Temui aku di jembatan: Kisah haru pertemuan ibu dan anak yang terpisah 20 tahun.

Temui aku di jembatan: Kisah haru pertemuan ibu dan anak yang terpisah 20 tahun.

Ketika Kati Pohler baru berusia tiga hari, dia ditinggalkan di sebuah pasar di Cina. Dia kemudian diadopsi oleh keluarga asal Amerika Serikat.

Ketika dia berusia 20 tahun, Kati menemukan catatan yang ditinggalkan orang tua kandungnya, bahwa mereka akan terus menunggu Kati di sebuah jembatan terkenal di Hangzhou, setiap tahun, di hari yang sama ketika dia ditinggalkan.

Apa alasan mereka meninggalkan Kati?

Ketika usianya masih tiga hari, Kati Pohler ditinggalkan oleh orang tuanya di sebuah sudut pasar di Hangzhou, Cina.

Orang tuanya, Lida dan Fenxiang, hanya meninggalkan catatan pada selembar kertas tentang harapan untuk bertemu kembali dengan sang anak di sebuah jembatan terkenal di kota itu dalam 10 atau 20 tahun kemudian.

Setahun kemudian, bayi itu diadopsi oleh keluarga Ken Pohler dari Michigan, Amerika Serikat, dari sebuah panti asuhan di Suzhou, Cina. Mereka membawa serta catatan tersebut.

Selama puluhan tahun, Cina memberlakukan kebijakan satu anak. Tidak main-main, bagi keluarga yang memiliki lebih dari satu anak, hukumannya denda uang yang mencekik, aborsi paksa atau disteril.

Dan pada tahun 1994, di luar kehendak, Fenxiang hamil anak kedua. Berusaha merahasiakannya, tetapi Lida dan Fenxiang bingung ketika dihadapkan jalan keluarnya.

“Saya berdosa apabila kami membunuh janinnya,” Lida belakangan bersaksi.

Di hadapkan ketakutan dan kebingungan, Lida dan Fenxiang akhirnya berusaha meyakinkan diri sendiri. “Apabila kita tidak mampu membesarkannya, lebih baik kita melepaskannya.” Lida mencoba mengingat lagi ucapan yang tidak akan dia lupakan sepanjang hidupnya.

Di sebuah pagi, hari ketiga setelah bayi itu lahir, keluarga miskin ini akhirnya memilih jalan untuk “melepaskan” sang bayi.

“Saya menyiapkan susunya, memeluknya, dan memeluknya. Lalu saya menuju ke pasar,” sang ayah mencoba mengingat. “Saya ingat dia tidak menangis. Dia tertidur pulas.”

“Saya menciumnya dengan lembut.” Lida melakukannya dengan penuh kasih sayang karena dia menyadari itu adalah pertemuan terakhir mereka. Bayi itu kemudian ditinggalkan di atas tumpukan barang di depan sebuah toko.

Saat usianya memasuki 20 tahun, Kati Pohler -nama bayi yang ditinggalkan oleh orang tuanya di pasar- kemudian mencoba mencari orang tuanya, dan pada saat yang sama orang tua kandungnya di Cina masih berharap dan menunggu pertemuan di atas jembatan itu.

‘Apakah saya lahir dari perutmu?’

Ibu angkatnya, Ruth Pohler mengaku Kati kecil pernah menanyakan latar belakang keluarga kandungnya dalam sebuah percakapan ringan. Ketika usianya menginjak lima tahun, misalnya, dia menanyakan siapa ibu kandungnya.

“Apakah saya lahir dari perutmu?” Kati mengulang pertanyaan anak angkatnya itu. “Dan saya jawab: tidak, kamu tidak lahir dari perutku.”

Dia lantas menjelaskan bahwa dia lahir dari seorang perempuan yang tinggal di Cina. “Tapi percayalah kamu adalah belahan hatiku.”

Menurutnya, Kati tidak terus-menerus mengajukan pertanyaan tentang siapa orang tua kandungnya. “Mungkin karena dia disibukkan hal lain.”

Baca Juga:   Pria di Bandung Mengaku Di Pukuli Sampai Berdarah Imbas Acungkan 2 Jari

Namun demikian, yang selalu diingat Ruth, sang anak angkat itu terlihat bahagia setiap mendapatkan jawaban atas apa yang menjadi keingintahuannya.

‘Kadang penasaran, tapi tidak saya besar-besarkan’

Berambut hitam, paras agak bulat dan mata agak sipit. Kati -kini berusia 22 tahun- menyadari sepenuhnya bahwa ada perbedaan fisik dirinya dengan kedua orang tua dan dua saudara lelakinya. Tapi sepanjang hidupnya, Kati mengaku tidak pernah dibedakan oleh keluarga angkatnya.

“Kami begitu dekat, dan begitu dekatnya, sehingga saya merasa benar-benar diterima, walaupun fisik kami berbeda,” kata Kati.

Tapi, kemudian segalanya mulai menjadi berbeda ketika Kati berhubungan dengan komunitas di luar keluarganya. Di sinilah, saat dirinya bertemu dengan orang-orang yang tidak mengenal siapa dirinya, tidak tahu tentang latar keluarganya, dia seperti dituntun untuk mengetahui sejarah keluarga kandungnya.

“Saya rasa ada kalanya saya penasaran, tapi tidak pernah saya besar-besarkan,” ungkapnya.

Suatu saat, ketika didera penasaran luar biasa, dia berusaha mengetahui dokumen tentang sejarah kelahirannya. Arsip-arsip itu diletakkan di bagian rak paling atas di salah-satu ruangan rumahnya.

“Saya ingat ketika kanak-kanak, saya menarik kursi, memanjat, seperti mencoba mencapainya, dan saya ingin membukanya, dan membacanya. Saya ingat, saya beberapa kali melakukannya,” Kati mencoba mengingat lagi.

Dokumen penting yang ingin diketahui Kati adalah catatan berbahasa Cina yang ditinggalkan orang tua kandungnya. Kelak dia akhirnya memahami catatan yang berisi harapan orang tuanya yang ingin bertemu dirinya saat dia berusia 10 atau 20 tahun.

‘Saya tetap menunggu di jembatan itu’

Sementara itu di Hangzhou, Lida dan Fengxian menjelaskan alasan yang melatari mereka menuliskan catatan yang kemudian diletakkan di atas bayi yang ditinggalkan itu.

“Saya pikir orang tua angkatnya tidak akan mengijinkan kita melihatnya dalam rentang dua, tiga, atau lima tahun,” ungkap Lida.

Seperti diketahui, mereka menulis dapat bertemu lagi dengan anaknya 10 atau 20 tahun kemudian. “Pada rentang waktu 10 dan 20 tahun itulah, dia akan mulai tahu bahwa dia diadopsi.”

Pada secarik kertas itu, Lida dan istrinya menuliskan bahwa mereka terpaksa meninggalkan bayi itu karena tidak ada pilihan lain. “Karena kemiskinan dan masalah lainnya, kami tidak punya pilihan selain meninggalkan gadis kecil kami di jalan.”

“Aparat berwenang mengejar kami,” ungkapnya. Itulah sebabnya, mereka memutuskan untuk melahirkan bayinya sendiri. “Saya memotong tali pusarnya dengan gunting.”

Dan setelah bayi itu lahir dan diberi nama Jingzhi, “kami tidak dapat menemukan orang yang kami kenal untuk mengadopsinya.”

Karena itulah, mereka sangat berharap dapat dipertemukan kembali dengan anaknya di atas jembatan di Huanzhou.

Takut kehilangan Kati

Menanggapi harapan orang tua kandung Kati, seperti yang dituliskan dalam dokumen itu, orang tua angkatnya dapat memahaminya.

“Itu adalah permintaan yang tulus kepada kita. Tapi karena kita tinggal berjauhan, bisakah kita melakukannya?” kata Ruth.

Baca Juga:   Arti Sleep School yang Viral di Tiktok

Saat umur Kati memasuki 10 tahun, ada upaya untuk mempertemukannya dengan orang tua kandungnya, tetapi ini tidak berjalan seperti diharapkan.

Utusan dari keluarga Ken Pohler telah dikirim ke Cina, tetapi rencana menjadi berantakan karena kehadiran media. Orang tua angkatnya membatalkan pertemuan itu dengan alasannya Kati belum siap menghadapi “situasi” di negara asalnya.

“Ketakutan saya adalah kemungkinan saya bisa kehilangan anak perempuan saya …. Saya terikat, dia adalah anak perempuan saya, kami telah mengadopsinya,” kata Ruth.

Lida tentu saja kesal, namun dia tetap menunggu pertemuan tersebut. Sejak 2004 Lida selalu mengunjungi jembatan tersebut setiap tahun dan hasilnya nihil. “Saya tidak terlalu berharap, tapi saya tetap menunggu.”

Kati berangkat ke Cina

Kati kemudian memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Cina untuk menemui orang tua biologisnya. Keinginan ini sulit dia tolak tatkala usianya memasuki 20 tahun.

Dia juga sempat mempertanyakan sikap orang tuanya yang menganggap dirinya “belum siap” untuk bertemu orang tua kandungnya.

“Saya mengerti logika mereka, tapi saya pikir itu logika itu buruk. Mereka mengatakan saya belum siap. Tapi bukankah tidak ada yang disebut betul-betul siap ‘kan?”

Pada saat bersamaan, Kati menemukan film dokumenter berjudul Long Wait For Home yang orang tua kandungnya muncul dalam film itu. “Agak sulit dipercaya, mengapa orang tua angkat saya tidak memberitahu saya lebih awal.”

“Saya menontonnya di sekolah, di perpustakaan. Itu kesalahan besar, dan saya mulai menangis …”

Akhirnya, Ken dan Ruth Pohler -orang tua angkatnya- mengizinkannya untuk menemui orang tua kandungnya. Mereka kemudian melakukan kontak ulang dengan orang tua kandungnya di Cina.

Ingin hubungan berlanjut

Pada musim panas lalu, Kati akhirnya terbang ke Cina untuk menemui orang tuanya di jembatan terkenal itu, seperti yang direncanakan ayahnya.

“Cinta itu nyaris luar biasa. Orang tua angkat sangat mencintaiku, dan sekarang saya memiliki cinta seperti ini dari orang tua kandung saya,” ungkap Kati.

Dalam perjalanan menuju Cina, Kati tidak bisa menutupi perasaannya yang campur aduk. “Ketakutan terbesar saya adalah bagaimana saya akan menyukainya, apakah saya mengecewakan mereka, tapi saya juga tahu kepedihan yang mereka alami.”

Dia juga menyebut faktor bahasa dan budaya sebagai hambatan lainnya. “Idealnya, saya tidak ingin pertemuan ini hanya sekali. Saya ingin semacam hubungan lanjutan.”

Perasaan yang nyaris sama juga dirasakan orang tua kandungnya, ketika menunggu kedatangan Kati.

“Apa yang bisa saya katakan kepadanya saat bertemu? Apakah akan membantu kalau saya minta maaf? Tidak. Sepuluh ribu kata maaf tidak akan cukup,” ungkap Lida.

‘Ibu sangat menyesal’

Akhirnya, Lida, Fenxiang dan kakak kandung Kati tiba di atas jembatan legendaris itu. Sambil berjalan, mereka memandang setiap orang yang lalu-lalang di hadapannya.

“Saya melihatnya!” Lida tak kuasa menahan bahagia. “Di mana?” sang ibu, Fenxiang, tidak kalah penasaran. “Di sana…”

Baca Juga:   Viral Penumpang Berkelahi di KRL, Ribut gara-gara Naik dan Turun Kereta di Manggarai

Kanti akhirnya bertemu orang tua kandung dan saudara perempuannya. Tangisan kebahagiaan pun tumpah di atas jembatan. Mereka saling berpelukan. “Akhirnya, aku melihatmu. Ibu sangat menyesal. Maafkan ibumu. Akhirnya, aku bertemu denganmu, nak.”

Setelah pertemuan ini, Kati menghabiskan beberapa hari untuk mengenal keluarga kandungnya. Mereka makan, belanja serta menghidupkan petasan secara bersama untuk merayakan kehadiran anaknya yang hilang itu.

“Mereka sangat peduli. Dan yang sangat lucu, ibu kandung saya mengatakan ‘oh kasihan, kamu sangat kurus’. Tapi kemudian saya menatap kakak saya: dia jauh lebih kurus.”

“Dia sangat peduli. Sepanjang perjalanan, dia trus saja meminta saya makan semuanya. Hal-hal kecil seperti itu …”

Tidak merasa harus memaafkan

Keesokan harinya, sang ayah menunjukkan lokasi dia meninggalkan Kati saat masih bayi. “Saya tahu ada yang menemukanmu, karena saya mendengar kamu menangis.” Lida mencoba mengenang lagi.

Lida mengaku saat itu ingin mengambil kembali bayinya, tetapi dilarang oleh keluarganya.

Terhadap apa yang terjadi saat itu, Kati mengatakan: “Dia (ayahnya) benar-benar hanya ingin agar saya memaafkannya … Tapi menurut saya, saya tidak merasa harus memaafkan mereka, karena mereka terjebak sistem.”

Di hari berikutnya, Kati, kedua orang tua kandungnya dan kakak kandungnya melakukan percakapan melaluiĀ video callĀ dengan orang tua angkatnya di Michigan.

“Saya tahu, saya tidak bertanggung jawab sebagai seorang ibu. Kami sangat berterima kasih kepada Anda karena telah merawatnya,” Fenxiang membuka pembicaraan.

Ruth kemudian membalas: “Kami juga sangat berterima kasih pada Anda karena telah memberikan kehidupan pada Kati.

Orang tua angkat: ‘Kami tidak kehilangan apapun’

Belakangan, Ken mengaku ikut merasakan kebahagiaan anaknya. “Kami sangat mencintainya dan dia tahu itu, dan kami tidak kehilangan apapun hari ini. Kami sama sekali tidak kehilangan apa-apa. Kami hanya senang untuknya.”

Sang ayah angkat, Ruth ikut berkata: “Saya senang dia sampai pada titik ini. Dan saya hanya berharap ada perasaan damai dan kepuasan pada dirinya dengan pertemuan itu. Dan jika itu berarti mengembangkan hubungan dengan mereka, maka tidak masalah. Itu bagus.”

Beberapa hari kemudian, Kati kembali ke Michigan. Di bandar udara keberangkatan, keharuan kembali muncul saat mereka harus berpisah. Air mata meleleh di pipi ibu kandung Kati, Fenxiang.

Tiba di Michigan, Kati kemudian melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi dan mulai mendalami bahasa Mandarin. Dia berharap suatu hari bisa mempertemukan semua keluarganya.

“Bagi siapapun yang merupakan anak adopsi, saya pikir penting untuk menyadari perasaan Anda. Dan tidak ada cara yang benar atau salah saat merasakannya.”

“Tidak menjadi masalah seberapa jauh Anda tahu tentang adopsi itu, mengapa Anda putus asa, dan seberapa besar perasaan Anda terhadap hal itu, dan betapa menyakitkan, tidak masalah … Saya rasa tidak baik untuk menekan perasaan yang mungkin terjadi, sesulit apapun untuk mengatasinya.”

Loading