Swinger dan Risiko Kesehatan yang Menyertainya

Bersama ini kami sampaikan informasi tentang Swinger dan Risiko Kesehatan yang Menyertainya sebagai berikut:

“Bukan pria yang berselingkuh, tak boleh ada yang terlalu muda atau terlalu tua, selalu pakai kondom, dan kami tak mau berhubungan seks saat pertama kali bertemu.”

Cerita di atas dimuat dalam laman The Guardian, dikirim oleh seorang istri yang mengaku melakukan praktik tukar-pasangan atau swingingSwinger, julukan yang disematkan pada pasangan atau lajang yang memiliki hubungan terbuka, membebaskan pasangannya melakukan hubungan seksual dengan orang lain. Mereka mendapatkan kepuasan ketika melihat atau melakukan aktivitas seks bersama pasangan lain.

Seperti yang kembali dituliskan si perempuan, “Kami melakukannya satu atau dua kali dalam sebulan. Setelah melakukannya, kami pulang dan melakukan seks yang membara.”

Baca Juga:   Update Corona di Indonesia 21 Juli: 91.751 Positif, 50.255 Sembuh

Suaminya, kala itu meminta sang istri melakukan hubungan intim bersama pria lain. Mereka mencari partner swing secara online. Profesi swinger yang mereka temui beragam, mulai dari guru, dokter, hingga banker.

“Tak ada jatuh cinta, tak ada cemburu,” akunya.

Selain mendapat kenikmatan menonton pasangan berhubungan seks dengan orang, ada beberapa alasan lain pada pelaku swinger. Salah satunya dikarenakan ketidakpuasan seksual dari pasangan resminya. Bisa jadi karena lelah atau sedang dalam masa jeda setelah melahirkan.

Namun, terlepas dari itu semua, aktivitas swinging cukup berisiko. Syarat yang diajukan sang perempuan dalam tulisannya di The Guardian menunjukkan ia menjaga diri dari risiko penyakit menular seksual (STD) yang bisa ditimbulkan.

Sebuah penelitian di Belanda menyatakan para swinger heteroseksual berisiko mengalami penyakit menular seksual sebanding dengan pria gay atau biseksual. Keduanya dianggap kelompok berisiko tinggi mengidap penyakit herpes, infeksi yang disebabkan oleh virus.

Mereka juga berisiko terkena HIV yang merupakan virus penyebab AIDS. Virus ini menyerang imunitas, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi. Swinger juga berisiko menderita klamidia, penyakit menular seksual yang salah satunya disebabkan hubungan seks tanpa kondom. Masalah kesehatan ini kerap diderita perempuan muda yang aktif secara seksual. Terakhir, gonore atau kencing nanah, yang umumnya disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae.

Para peneliti mengumpulkan data dari sembilan ribu kunjungan pasien di tiga klinik kesehatan pada 2007 hingga 2008 di Limburg Selatan. Hasil pengamatan tim menyebutkan sebanyak 50 persen diagnosis penyakit klamidia dan gonore terdapat pada swinger. Jumlah ini lebih besar dibanding yang diidap oleh kelompok pria gay sebesar 31 persen.

Secara keseluruhan, satu dari 10 swinger menderita klamidia, sementara sekitar satu dari 20 swinger dinyatakan positif gonore. Pada swinger yang berusia di atas 45 tahun, risiko terkena penyakit menular seksual akan lebih tinggi dibandingkan dengan swinger di bawah umur tersebut. Pada swinger, pria di atas 45 tahun sekitar 10,4 persen dari mereka mengidap klamidia dan atau gonore.

Baca Juga:   Bisa Bantu Redakan Diare, Ini Manfaat Daun Jambu Biji

Jumlahnya berselisih sekitar 8 persen dibanding pria heteroseksual lainnya, yakni 2,4 persen. Sementara itu, tingkat klamidia di antara pria gay atau biseksual adalah 14,6 persen. Risiko klamidia pada perempuan swinger di atas 45 tahun berada di angka 18 persen. Risiko itu berkisar ada di angka 4 persen pada perempuan heteroseksual, dan kurang dari 3 persen pada pekerja seks komersial.

“Melakukan hubungan seksual dengan lebih dari satu orang pada satu waktu atau secara berurutan, mendorong penyebaran penyakit menular seksual,” tegas H. Hunter Handsfield, seorang profesor kedokteran di pusat AIDS dan STD Universitas Washington.

Sayangnya, karena melakukan aktivitasnya secara tersembunyi, penyakit menular seksual pada para swinger kurang teridentifikasi. Bahkan banyak di antara mereka kurang menyadari penularan penyakit tersebut. Swingers Date Club, situs kencan untuk swinger, memperkirakan ada jutaan swinger di seluruh dunia. Di Belanda saja ada 30 ribu orang telah menjadi anggota dan mengunggah profil online dalam situsweb tersebut.

Dr. Cynthia Krause, asisten profesor klinis kebidanan dan ginekologi di New York City, mengatakan banyak swinger tidak mempraktikkan seks yang aman. Padahal, menggunakan kondom amat disarankan jika melihat risiko klamidia dan gonore pada swinger lebih tinggi dibanding kelompok lainnya. Setidaknya, kondom efektif dalam mencegah penyakit menular seksual yang disebarkan oleh cairan tubuh, terutama klamidia, gonore, dan HIV.

Meski demikian, tak semua bisa dicegah oleh kondom. “Ia kurang efektif dalam mencegah infeksi yang menyebar melalui kontak kulit ke kulit, seperti virus HPV, kutil kelamin, kanker serviks, dan herpes,” kata Cynthia Krause, asisten profesor klinis kebidanan dan ginekologi di New York City.
Sumber: tirto.id

Loading