Pelajaran Dari Penyebaran Covid 19 Di Fakultas Tempat Saya Bertugas

Semenjak seminggu terakhir warga fakultas tempat saya bertugas dihebohkan dan mulai merasa ketakutan dengan diumumkannya 4 orang dosen dan satu orang petugas cleaning service terpapar positif covid 19. Selain dari itu, 3 orang anak salah satu dari 4 orang dosen tersebut, juga positif covid 19. Jumlah warga kampus terpapar yang diumumkan ini, baru hasil pemeriksaan labor dari tracing gelombang pertama.

Hari ini (1 Agustus 2020) 46 orang lagi dari hasil tracing yang pernah kontak dengan salah seorang yang terpapar dan positif covid 19 pada gelombang pertama diperiksa melalui tes swab gelombang kedua di laboratorium kampus saya yang sudah di kenal secara nasional itu. Dari 46 orang yang dites gelombang kedua ini, termasuk petinggi fakultas dan petinggi perguruan tinggi tempat saya bertugas. Ini baru jumlah dosen, tenaga kependidikan, petugas CS yang pernah kontak dengan salah seorang dosen yang terpapar pada gelombang pertama.

Baca Juga:   Viral Pengobatan Ida Dayak, Banyak Warga Rela Antre

Hari ini juga dihimbau lagi kepada mahasiswa, dosen dan masyarakat serta pemilik café yang pernah kontak langsung dengan dosen yang sudah dinyatakan dan diumumkan terpapar covid 19, karena dosen tersebut juga datang melayat dan menghadiri pemakaman mertua salah seorang dosen fakultas tempat saya bertugas hari Rabu lalu. Saya berdoa semoga 46 orang yang diperiksa di laboratorium kampus tempat saya bertugas tersebut tidak ada yang terpapar positif covid 19.

Jika dari 46 orang yang diperiksa hari ini terdapat hasil testnya yang positif covid 19, tentu dilakukan lagi tracing gelombang ketiga dengan jangkauan yang lebih luas. Cerita penyebaran covid 19 di fakultas saya bertugas tentu akan semakin panjang dan lama menghiasi berita nasional dan lokal serta mempunyai dampak pisikologis, sosial dan ekonomi yang mungkin juga belum diperhitungkan sebelumnya.

Berita penyebab penyebaran covid 19 di fakultas tempat saya bertugas sudah menjadi pengetahuan umum, karena telah beredar di berbagai media masa dan media sosial serta media elektronik yang menjadi head line berita nasional. Dari rangkuman itu semua terdapat berita yang mungkin sulit dikonformasi satu sama lainnya. Semula beredar berita bahwa penyebaran covid 19 berasal dari dua orang dosen yang baru kembali yang melihat cucunya yang sedang sakit di Jakarta. Kemudian beredar berita lagi, bukan cucunya yang sakit, tetapi anak dosen bersangkutan. Namun bagi kita bukan itu yang penting, tetapi apa ketentuan resmi universitas tempat saya bertugas yang tidak diikuti secara penuh. Ini merupakan diantara pelajaran penting yang dapat kita petik untuk keselamatan bersama di masa mendatang.

Baca Juga:   Swinger dan Risiko Kesehatan yang Menyertainya

Pertama, Rektor telah mengeluarkan peraturan yang terkait dengan kententuan kerja pada masa new normal. Salah satu butir ketentuan tersebut adalah “dosen yang baru kembali dari luar daerah agar mengadakan isolasi mandiri selama 14 hari atau mengadakan test swab sebelum datang ke kampus”. Informasi dari pejabat fakultas dan universitas tempat saya bekerja menegaskan bahwa “dua dosen yang baru kembali dari Jakarta tersebut tidak mengikuti ketentuan ini”. Sangat disayangkan peraturan ini diabaikan, sehingga pelanggaran yang semula dianggap enteng berakibat besar yang juga tidak dibayangkan sebelumnya.

Kedua, rentang waktu berlakunya hasil rapid test selama 14 hari juga berkontibusi terhadap penyebaran covid 19 di beberapa daerah. Dengan mengantongi hasil rapid test, seseorang dapat berpergian selama 14 hari kemana saja di tanah air tanpa harus memeriksa diri lagi sebelum kembali ke kota asal atau domisilinya. Selama dalam perjalanan 14 hari tersebut, sangat besar peluang sesoorang untuk terpapar covid 19, apalagi berpergian ke daerah zone merah seperti Jakarta. Sebelum ini rapid test hanya berlaku selama 3 hari. Dengan demikian seseorang yang berpergian lebih 3 hari, harus mengantongi lagi surat hasil pemeriksaaan rapid test sebelum kembali ke kota asal atau domisilinya. Jadi tidak berlebihan kalau dinyatakan bahwa pelonggaran masa berlaku hasil rapid test untuk melakukan perjalanan ikut berkontribusi untuk menyebaran codid 19 di daerah.

Baca Juga:   Perbedaan Gejala Flu Biasa vs Flu Singapura

Ketiga, fenomena di kampus saya, mungkin juga di di kampus lain, masih cukup banyak orang yang tidak percaya dengan covid 19. Ini terlontar dari ucapan dan sikap berapa warga kampus yang menyatakan tidak percaya dengan covid 19 ini. Mungkin ini pengaruh medsos dan media lainnya yang tidak memberi penjelasan yang kurang baik, seperti pernyataan “yang menentukan kita meninggal itu bukan covid 19, tetapi ajal yang telah ditetapkan untuk masing-masing orang” dan “politik konspirasi” serta pernyataan lainnya. Padahal ada sisi lain yang tidak dipahami bahwa “kita harus berikhtiar untuk menghindari bahaya”. Akibatnya kewaspadaan warga kampus menjadi berkurang terhadap penyebaran covid 19. Misalnya, sholat jemaah di masjid fakultas tempat saya bertugas telah dimulai semenjak beberpa minggu lalu. Di pintu masuk masjid terdapat pengumuman besar tentang tata tertib solat berjemaah dengan protokol kesehatan covid 19. Tapi prakteknya jauh dari butir-butir pengumuman tersebut, misalnya banyak Jemaah yang tidak memakai masker, menjaga jarak dan lain-lainnya. Sekarang karpet sudah terpasang lagi, tentu jara sulit dikendalikan. Jadi pengumunan tulisan besar itu diabaikan saja, termasuk oleh petugas masjid sendiri.

Dari pengalamanan penyebaran covid 19 di fakultas tempat saya bertugas dapat diambil beberapa pelajaran penting. Pertama, jika yang terpapar covid 19 adalah orang yang melakukan perjalanan, maka orang tersebut wajib memberi keterangan yang benar agar memudahkan untuk penanggulanginya dan tidak terjadi simpang siur informasi di media massa seperti yang terjadi saat ini. Kedua, yang melakukan perjalanan jangan menganggap enteng peraturan yang telah ditetapkan dan jangan sekali-kali mencoba untuk melanggarnya karena akan banyak orang lain yang akan menanggung sensaranya. Ketiga, peningkatan kewaspadaan yang tinggi dari masing-masing individu sangat diperlukan dan jangan mengolok-olokan protokol kesehatan, seperti lain pengumuman dan lain pula tindakan dilakukan. Keempat, pelonggaran tenggang waktu berlakukan surat keterangan rapid test yang 14 hari itu perlu ditinjau ulang.

Semoga Allah SWT selalu memberi perlindungan kepada semua dari segal bahaya.

Werry Darta Taifur
Tanjung Pinang, 1 Agustus 2020

Loading