![Whats_App_Image_2024_10_30_at_11_37_38_5b47fc9563](https://beritanow.com/wp-content/uploads/2024/10/Whats_App_Image_2024_10_30_at_11_37_38_5b47fc9563-678x381.jpeg)
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait impor gula di Kementerian Perdagangan periode 2015-2016. Thomas dijadikan pesakitan korupsi bersama dengan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia Charles Sitorus.
Penetapan tersangka ini, merupakan hasil penyelidikan yang menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang dalam proses importasi gula kristal mentah yang dilakukan selama Lembong menjabat.Berikut Inilah.com rangkum sejumlah fakta yang diungkapkan Kejaksaan Agung tentang keterlibatan Thom Lembong di Korupsi Impor Gula.
Fakta Kasus Thom Lembong
1. Tabrak Aturan
Pada penjelasaan yang diberikan Kejagung, Tom Lembong dianggap telah menabrak aturan dalam melakukan impor gula.
Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengungkapkan, berdasarkan Rapat Koordinasi (Rakor) antar Kementerian tanggal 12 Mei 2015, telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor gula.
Namun, Thomas Lembong sebagai Menteri Perdagangan saat itu tetap mengeluarkan izin Persetujuan Impor (PI) untuk 105.000 ton Gula Kristal Mentah (GKM) kepada PT Angel Product (PT AP), untuk diolah menjadi Gula Kristal Putih (GKP).
2. Izin Impor Buat Swasta
Tidak hanya itu saja, Thom Lembong juga telah menabrak aturan dengan memberikan izin impor gula kristal mentah sebesar 105 ribu ton kepada perusahaan swasta. Padahal, menurut aturan yang berlaku, impor tersebut hanya diperbolehkan untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Harli mengatakan, Thom Lembong telah menabrak aturan dalam keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 tahun 2004, dimana yang diperbolehkan impor GKP adalah BUMN.
3. Tidak Kordinasi dengan Kementerian Terkait
Lembong diduga tidak melakukan rapat koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait sebelum memberikan izin impor ini. Koordinasi biasanya melibatkan Kementerian Perindustrian untuk memastikan kebutuhan gula dalam negeri.
4. Harga Gula di Atas HET
Gula impor yang diolah oleh delapan perusahaan swasta tersebut kemudian didistribusikan ke masyarakat dengan harga jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang berlaku saat itu, yakni Rp13 ribu per kilogram.
Gula tersebut dijual dengan harga Rp26 ribu per kilogram melalui distributor yang terafiliasi dengan perusahaan swasta.
“Harga jualnya di atas HET, bahkan tidak dilakukan operasi pasar,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar.
5. Rugikan Negara Rp400 Miliar
Kejagung memperkirakan kerugian negara dari kasus ini mencapai Rp400 miliar. Lembong diduga mengambil keputusan sepihak tanpa rekomendasi yang semestinya dilakukan.
Keputusan tersebut mengakibatkan gula yang diimpor dan diolah akhirnya dijual dengan harga tinggi, merugikan konsumen dan negara.
“Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan kurang lebih Rp400 miliar,” kata Qohar
6. Terancam Dipenjara Seumur Hidup
Tom Lembong terancan dihukum penjara maksimal seumur hidup. Hal ini sesuai dengan pasal yang dijeratkan Kejagung kepada Lembong.
Pria bernama lengkap Thomas Trikasih Lembong dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 serta Pasal 55 KUHP.
Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).