Mengenal Kris Pengganti BPJS Kelas 1, 2 dan 3

Pemerintah akan menghapus kelas rawat inap 1,2 dan 3 BPJS Kesehatan dan menggantikannya dengan kelas rawat inap standar (KRIS) yang diimplementasikan mulai tahun ini secara bertahap hingga 2025.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memastikan tahapannya kebijakan ini akan dimulai tahun ini dengan menerapkan standarisasi ruang rawat inap kelas 3 di tiap-tiap RS.

Dia menegaskan bahwa standarisasi kelas BPJS Kesehatan diperlukan karena, BPJS Kesehatan merupakan asuransi kesehatan sosial. Artinya, harus bisa memberikan layanan yang sama dan adil kepada seluruh masyarakat Indonesia.

“BPJS adalah asuransi kesehatan sosial. Jangan orang kaya dia dapat lebih bagus dari orang miskin. Jadi kita harus menjamin kesetaraan itu karena bukan kapitalis,” ungkap Budi.

Jika sistem KRIS berlaku, berapa besaran iuran yang harus dibayar publik?

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien mengungkapkan bahwa iuran BPJS Kesehatan berpotensi naik pada Juli 2025, menyusul perubahan tarif standar layanan kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2023.

Baca Juga:   Ini Efek Samping dan Fakta Seputar Vaksin Corona Sinovac

Namun, proyeksi kenaikan pada 2025 tersebut belum mempertimbangkan rencana kebijakan implementasi single tarif iuran atau kelas rawat inap standar (KRIS) yang menghapus sistem kelas 1, 2, 3 BPJS Kesehatan.

“Itu belum, karena ini intervensi kebijakannya baru intervensi dari Permenkes 3 ya dari tarif faskes. Nah tentu nanti kami DJSN sedang simulasi lagi tadi disampaikan oleh Pak Dirut, kita sedang monev kira-kira bagaimana pelaksanaannya dan simulasi lagi kira-kira bagaimana pelaksanaannya, dan simulasi lagi kira-kira nanti seperti apa,” ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, iuran BPJS Kesehatan saat ini masih mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018, tentang Jaminan Kesehatan, bahwa iuran ditentukan berdasarkan jenis kepesertaan setiap peserta dalam program JKN.

Baca Juga:   Briptu Renita Rismayanti Meraih Penghargaan Polisi Terbaik dari PBB

Pps Kepala Humas BPJS Kesehatan Arif Budiman menjelaskan bahwa bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang terdaftar sebagai Peserta PBI, Arif mengatakan iurannya sebesar Rp. 42.000 dibayarkan oleh Pemerintah Pusat dengan kontribusi Pemerintah Daerah sesuai kekuatan fiskal tiap daerah.

Kemudian bagi Peserta PPU (Pekerja Penerima Upah) atau pekerja formal baik penyelenggara negara seperti ASN, TNI, POLRI dan pekerja swasta, besaran iuran sebesar 5% dari upah, dengan rincian 4% dibayarkan oleh pemberi kerja dan 1% oleh pekerja. Untuk perhitungan iuran ini berlaku pula batas bawah yaitu upah minimum kabupaten/kota dan batas atas sebesar Rp 12 juta.

Baca Juga:   Begini Respone Sultan HB X Terhadap Pernyataan Ade Armando Soal Politik Dinasti

“Jadi perhitungan iuran dari penghasilan seseorang hanya berlaku pada jenis kepesertaan PPU, pekerja formal yang mendapat upah secara rutin dari pemberi kerjanya,” katanya.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan bagi kelompok peserta sektor informal yang tidak memiliki penghasilan tetap dikelompokkan sebagai peserta PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah) dan BP (Bukan Pekerja).

Kemudian untuk jenis kepesertaan PBPU dan BP, peserta dapat memilih besaran iuran sesuai yang dikehendaki. Kelas 1 sebesar Rp 150.000 per orang per bulan, kelas 2 sebesar Rp 100.000 per orang per bulan dan kelas 3 sebesar Rp. 35.000 per orang per bulan. Adapun, tarif iuran BPJS ini masih berlaku hingga nanti adanya pengumuman lebih lanjut.

Loading