Kemendikbudristek Cabut Izin Operasional 17 Perguruan Tinggi

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencabut izin operasional 17 perguruan tinggi (PT) di beberapa wilayah Indonesia. Pemerintah mencabut izin 17 perguruan tinggi selama periode Januari hingga Maret 2023.  Teranyar, Kemendikbudristek mencabut izin operasional salah satu perguruan tinggi swasta yang memiliki 6.800 mahasiswa pada Rabu, 24 Mei 2023.

Direktur Kelembagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Kemendikbudristek, Lukman mengatakan terdapat problematika yang beragam terkait dengan pencabutan izin operasional suatu perguruan tinggi di Tanah Air.

Lukman mengatakan saat ini dibawahnya terdapat 4.231 perguruan tinggi dengan 29.821 program studi, sembilan juta mahasiswa, dan 350 ribu dosen. Setiap harinya, Direktorat Jenderal Diktiristek menerima beragam masalah perguruan tinggi di Tanah Air. Banyaknya problem tersebut setidaknya terlihat dari pencabutan izin operasional 31 perguruan tinggi oleh Direktorat Diktiristek Kemendikbudristek pada tahun 2022.

Kemudian, untuk periode Januari hingga Maret 2023 saja pemerintah terpaksa mencabut izin operasional 17 perguruan tinggi yang tersebar di berbagai provinsi.

“Di sinilah letak problematikanya, tidak mudah mengelola perguruan tinggi, program studi, dosen dan mahasiswa ketika akan mencabut izin operasional,” kata Lukman dikutip

Baca Juga:   Ini Motif Pelaku Pembunuhan Dosen UIN Surakarta

Tidak hanya itu, Lukman menyebutkan saat ini sudah ada 19 berkas perguruan tinggi yang akan dipelajari Direktorat Jenderal Diktiristek terkait dengan beberapa permasalahan yang sedang dihadapi. Di satu sisi, ia menyadari pencabutan izin operasional perguruan tinggi memiliki dampak luas. Mulai dari ribuan mahasiswa terdampak, dosen hingga dampak perekonomian bagi masyarakat sekitar yang menggantungkan hidupnya dari aktivitas perguruan tinggi seperti indekos, rumah makan dan sebagainya.

Sanksi Bertahap

Lukman menuturkan, sanksi pencabutan izin tidak serta merta dilakukan. Pemerintah memberikan waktu enam bulan bagi perguruan tinggi yang dijatuhi sanksi berat untuk melakukan perbaikan sebelum izin operasionalnya dicabut secara permanen. “Setiap perguruan tinggi yang dijatuhi sanksi berat diberikan waktu enam bulan untuk memperbaiki masalah yang dihadapi,” ujar Lukman.

Namun, apabila perguruan tinggi tersebut berhasil menyelesaikan permasalahannya, maka semua hak yang sebelum dicabut dipulihkan Kemendikbudristek termasuk izin penerimaan mahasiswa baru. “Namun, kalau selama rentang waktu itu tidak bisa memperbaiki kesalahannya maka kita cabut izin operasionalnya,” kata dia menegaskan.

Baca Juga:   Menarik! UNNES Semarang Hadirkan 4 Jalur Seleksi Mandiri yang Unik

Sebelum izin operasional perguruan tinggi dicabut, Kemendikbudristek terlebih dahulu melakukan kajian. Setelah itu, akan diputuskan dijatuhi sanksi ringan, sedang atau berat.

Untuk kategori sanksi ringan dan sedang penyelesaiannya dilakukan oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI). Apabila masalah tersebut masih bisa dimediasi maka tidak perlu sampai ke pusat atau sampai pada pencabutan izin operasional. Namun, apabila pelanggaran yang dilakukan perguruan tinggi itu tergolong berat maka harus diselesaikan langsung oleh Kemendikbudristek. “Biasanya kita tidak langsung cabut karena ada penghentian pembinaan misalnya tidak boleh menerima mahasiswa, tidak mendapatkan bantuan, tidak boleh wisuda sampai masalahnya selesai,” jelas dia.

Sementara itu, Kepala LLDIKTI Wilayah X Afdalisma mengatakan penutupan sebuah perguruan tinggi swasta harus melalui kajian mendalam termasuk pemantauan oleh tim evaluasi kinerja dari Kemendikbudristek. “Perlu diingat, penutupan perguruan tinggi swasta tidak bisa serta merta harus ada kajian mendalam,” kata dia

Baca Juga:   Ini 12 Jurusan Kuliah Tanpa Matematika atau Hitung-hitungan

Alasan Dicabut

Lukman menyebut setidaknya ada empat penyebab utama izin operasional perguruan tinggi dicabut. Pertama, perguruan tinggi tersebut tidak memenuhi standar nasional pelaksanaan pendidikan tinggi, antara lain dalam hal penerapan kurikulum, proses belajar mengajar, dan penilaian.

Ia menyampaikan bahwa dalam beberapa kasus ada perguruan tinggi yang membuka pendaftaran dan menerima mahasiswa tetapi sesudah itu tidak melaksanakan proses pembelajaran secara efektif.

Kedua, pencabutan izin operasional suatu perguruan tinggi, menurut dia, yakni adanya kecurangan. Sebagai contoh, pemerintah memberikan beasiswa tetapi perguruan tinggi tidak menyalurkannya kepada yang berhak. Ketiga, kisruh internal di perguruan tinggi. Sebagai gambaran, pertikaian kadang terjadi di antara pengelola perguruan tinggi swasta yang didirikan oleh keluarga, yayasan atau kelompok yang dapat mengganggu penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi tersebut.

“Dari kisruh itu tak jarang terjadi kampus ditutup dan lain sebagainya,” kata Lukman. Keempat, yakni perguruan tinggi sudah tidak mampu menerapkan standar yang ditetapkan oleh pemerintah mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi.

Loading