Polisi masih terus mengembangkan kasus Leni Nurusanti, kasir diler mobil Daihatsu PT Serba Mulia Auto (SMA) Samarinda, Kaltim, yang menggelapkan uang Rp 25 miliar milik perusahaan.
Fakta baru terungkap. Untuk menutupi kecurigaan dari teman-temannya, dia mengenalkan sang suami sebagai pengusaha batu bara dan sawit. Dengan begitu, perempuan 29 tahun itu merasa pantas membawa mobil ke kantor.
Informasi yang dihimpun Kaltim Post (Jawa Pos Group), kehidupan Leni awalnya dari latar belakang sederhana. Sang suami telah di-PHK (putus hubungan kerja) di perusahaan batu bara. Sehingga menganggur.
Leni yang lulusan di sebuah SMK dengan jurusan akuntansi di Samarinda itu akhirnya membantu perekonomian keluarga dan bekerja sebagai kasir.
Namun, gaya sederhana Leni disebut berubah belakangan. Bila sebelumnya tak memiliki mobil, kini dia ke kantor mengendarai roda empat. Diduga itu merupakan hasil menggelapkan duit perusahaan senilai Rp 25 miliar selama 20 bulan.
Hasil kejahatan itu, membuatnya memiliki dua rumah berjejer di Perumahan Bukit Mediterania Cluster Spain Blok B Nomor 20 dan Nomor 21, Jalan MT Haryono, Kelurahan Air Putih, Samarinda.
Rumah berlantai dua bergaya arsitektur Eropa itu seharga Rp 1,55 miliar (bukan Rp 800 juta dalam berita sebelumnya).
Saat itu, garasi depannya kerap terparkir sejumlah mobil mewah, antara lain Peugeot RCZ warna putih dua pintu KT 88 LJ Rp 705.000.000, Daihatsu Copen KT 888 JL Rp 460.000.000, Toyota Fortuner KT 1216 JL Rp 563.000.000, Mercy GLA 200 Hitam L 8 LJ Rp 825.000.000 serta sebuah motor balap Yamaha R1M senilai Rp 812.000.000. Kini, seluruh aset Leni itu telah disita, termasuk sejumlah mobil merek Daihatsu.
Informasi dari penyidik Subdit Perbankan Pencucian Uang Kejahatan Dunia Maya (PPUKDM) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kaltim, penanganan perkara penggelapan, penipuan, dan pencucian uang ini terus bergulir.
Ini dilakukan untuk menggali dugaan ada tersangka lain. Dan tak menutup kemungkinan terdapat aset milik Leni yang berada di luar Kaltim/Kaltara.
Leni disebut mulai bekerja di PT SMA pada Januari 2016. Perempuan berambut sepinggang itu bekerja sebagai kasir diler.
Otomatis, dia menerima seluruh transaksi keuangan pembayaran uang muka dan tunai pembelian mobil.
Lantaran sudah menguasai neraca keuangan kantor, pada April 2016, karyawan yang hanya bergaji Rp 2,5 juta per bulan itu mulai memanipulasi data.
Uang tunai Rp 20 juta milik konsumen untuk penambahan uang muka mobil dimasukkan ke sistem komputer hanya Rp 10 juta. Namun, kuitansi yang dia berikan ke konsumen tetap Rp 20 juta.
Uang pun disimpan pada brankas kasir. Di ruangannya, dia seorang diri. Meski ada kamera pengawas CCTV, perusahaan tak menaruh kecurigaan.
Sebab, kejahatannya bukan secara fisik terlihat kasat mata, melainkan permainan memalsukan data neraca keuangan di sistem.
“Fisik duit itu sudah digelapkan, sehingga perusahaan tak curiga,” kata Kasubdit PPUKDM Polda Kaltim AKBP M Dharma Nugraha.
Karena merasa tak terdeteksi, Leni mencoba lagi melakukan perbuatan serupa. Dia menceritakan apa yang telah dilakukan ke suaminya, Jefriansyah (31). Dari pemeriksaan yang dilakukan penyidik, suami diduga malah mendukung.
Sementara Leni “mengeruk” terus duit perusahaan, timbullah ide lagi mengumpulkan KTP keluarga dan kerabat untuk diajukan sebagai identitas pembeli.
“Setelah mobil keluar dari diler, dijual lagi. Uang hasil penjualan digunakan untuk membeli mobil,” jelasnya.
Peran Jefri—sapaan akrab Jefriansyah—bertugas menjual mobil. Kemudian, membeli pula beberapa merek mobil lainnya.
Untuk membantu tugasnya, Deni Rayindra—adik Leni—pun ditugaskan untuk menjual mobil. “Karena sudah paham mengeluarkan unit dari diler, sehingga kewalahan. Itu yang membuat Deni ikut membantu jualan,” paparnya.
Meski ketiganya paham itu bentuk kejahatan, namun tetap dilakukan. Alasannya karena faktor ekonomi. Kemudian ada kesempatan, perusahaan tak mendeteksi kecurangan.
Terlebih, mereka berpikir bila ketahuan, perusahaan hanya memecat dan proses hukum pidananya tak lama. Dengan banyak uang, dia merasa mampu menyelesaikan semua masalah yang bakal mengadang.
“Rupanya mereka tak paham pidana pencucian uang. Aset yang diperoleh patut diduga dari hasil kejahatan. Maka seluruh aset tersebut akan disita. Tanpa itu, mereka tak bisa berbuat apa-apa,” urai Dharma.
Sementara itu, saat uang hasil kejahatan berlimpah, orangtua dari sepasang suami-istri ini turut kecipratan.
Mereka tiap bulannya mengirim uang ke orangtua. Belum diketahui pasti berapa besar per bulannya uang yang dikirim ke orangtua mereka.
Namun, orangtua Leni mengetahui jika Jefri sebagai pengusaha batu bara dan kelapa sawit. Termasuk rekan-rekan Leni di kantor, sehingga tidak ada kecurigaan.
Mereka sering berlibur ke Surabaya dan Jakarta. Setelah pulang, membawa oleh-oleh seperti parfum, jam tangan, baju, dan lainnya.
“Tidak bisa dibuktikan saat kami lakukan pemeriksaan jika memang pengusaha batu bara dan kelapa sawit,” tutur Dhrama.
Soal Leni berfoya-foya hingga berlibur ke luar negeri, kemungkinan besar menggunakan hasil penggelapan uang diler. Namun, dana tersebut tak bisa disita karena sudah terpakai.
“Kalau aset masih bisa kami sita. Tinggal aset yang lain masih kami telusuri. Lokasinya nanti setelah semua jelas dan terbukti” ucap Dharma.
Dari penyidikan, diketahui total hasil kejahatan hingga kemarin ada 43 mobil berbagai merek, mayoritas Daihatsu ditambah dua sepeda motor. Sebanyak 18 unit telah disita penyidik, sisanya sempat terjual.
“Ada yang sudah terjual. Duitnya dipakai foya-foya, belanja, beli mobil, dan lainnya,” ungkap Dharma. Total aset dan uang tunai yang disita penyidik kurang lebih Rp 9 miliar.
Sementara itu, kerugian perusahaan mencapai Rp 25 miliar. “Ini masih terus berkembang. Kami, selain membidik pidana pokoknya, juga pencucian uang hasil kejahatan,” jelas Dharma.
Oleh penyidik, tersangka dikenakan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, 374 KUHP Penggelapan, dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun penjara. (aim/ril/rom/k11)