BERITA mengejutkan datang dari Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC) yang kabarnya sedang mempertimbangkan untuk menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Langkah ini merupakan bagian dari penyelidikan yang sedang berlangsung oleh pengadilan tersebut terkait tindakan-tindakan pasukan Israel di Jalur Gaza dan Tepi Barat, Palestina.
Tindakan ICC ini menandai babak baru dalam upaya penegakan hukum internasional di kawasan yang telah lama dilanda konflik, serta membawa implikasi besar bagi geopolitik Timur Tengah. Penyelidikan ICC difokuskan pada laporan-laporan pelanggaran hak asasi manusia dan kemungkinan kejahatan perang yang dilakukan oleh pasukan Israel di wilayah Palestina. Konflik berkepanjangan ini telah memakan banyak korban jiwa dan menyebabkan penderitaan yang tak terhitung bagi warga sipil di kedua belah pihak.
Bukti-bukti yang dikumpulkan oleh ICC menunjukkan adanya dugaan bahwa Netanyahu terlibat secara langsung, atau tidak langsung, dalam memberikan perintah yang menyebabkan terjadinya tindakan-tindakan tersebut. Keputusan untuk menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap seorang pemimpin negara merupakan langkah sangat serius, dan mencerminkan tekad ICC untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Jika surat perintah penangkapan ini benar-benar diterbitkan, maka Netanyahu akan menjadi pemimpin negara kedua setelah Presiden Rusia, Vladimir Putin, yang masuk dalam daftar buronan ICC.
Putin telah menjadi buronan sejak Maret 2023 akibat invasi Rusia di Ukraina. Langkah ini tentunya akan memicu berbagai reaksi di kancah internasional. Di satu sisi, beberapa negara mungkin melihatnya sebagai bentuk keadilan bagi para korban pelanggaran hak asasi manusia dan dukungan terhadap supremasi hukum internasional. Pemantauan ICC ICC telah lama memantau situasi di Palestina, dengan fokus khusus pada konflik di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Peningkatan kekerasan dan laporan tentang pelanggaran hak asasi manusia oleh pasukan Israel telah memicu berbagai penyelidikan internasional.
ICC, sebagai badan independen yang bertanggung jawab menuntut individu atas kejahatan berat seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang, merasa perlu menindaklanjuti laporan-laporan ini. Keputusan untuk menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap seorang pemimpin negara, adalah langkah serius dan mencerminkan tekad ICC untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Langkah ini akan memberikan dampak signifikan pada hubungan diplomatik internasional, khususnya antara Israel dan negara-negara anggota ICC.
Reaksi internasional akan beragam. Di satu sisi, beberapa negara mungkin melihatnya sebagai bentuk keadilan bagi korban pelanggaran hak asasi manusia dan dukungan terhadap supremasi hukum internasional.
Di sisi lain, negara-negara yang memiliki hubungan dekat dengan Israel mungkin melihatnya sebagai langkah politis yang bisa memperkeruh situasi di Timur Tengah. Semua ini membawa dampak besar pada dinamika geopolitik Timur Tengah. Israel, sebagai sekutu dekat Amerika Serikat dan banyak negara Barat lainnya, mungkin akan mendapatkan dukungan politik untuk menentang keputusan ICC ini.
Pemerintah Israel hampir pasti akan mengecam langkah ini sebagai upaya mendiskreditkan negara mereka dan pemimpinnya. Israel bukan anggota ICC dan telah berulang kali menolak yurisdiksi pengadilan tersebut atas tindakannya di Palestina. Dampak geopolitik lainnya adalah kemungkinan meningkatnya ketegangan antara negara-negara Arab dan Israel. Banyak negara Arab yang telah lama mendukung perjuangan Palestina mungkin akan menyambut baik langkah ICC ini. Namun, normalisasi hubungan yang mulai terjalin antara beberapa negara Arab dan Israel, seperti yang terlihat dalam Kesepakatan Abraham, bisa terancam terganggu oleh perkembangan ini.
Pemerintah Israel hampir pasti akan mengecam langkah ini sebagai upaya mendiskreditkan negara mereka dan pemimpinnya. Israel bukan anggota ICC dan telah berulang kali menolak yurisdiksi pengadilan tersebut atas tindakannya di Palestina. Dampak geopolitik lainnya adalah kemungkinan meningkatnya ketegangan antara negara-negara Arab dan Israel. Banyak negara Arab yang telah lama mendukung perjuangan Palestina mungkin akan menyambut baik langkah ICC ini. Namun, normalisasi hubungan yang mulai terjalin antara beberapa negara Arab dan Israel, seperti yang terlihat dalam Kesepakatan Abraham, bisa terancam terganggu oleh perkembangan ini.
Negara-negara Eropa, yang umumnya lebih mendukung penguatan institusi-institusi internasional seperti ICC, mungkin akan mendesak Amerika Serikat untuk lebih kooperatif dengan pengadilan tersebut. Hal ini bisa menguji solidaritas trans-Atlantik, terutama jika Amerika Serikat memilih untuk menentang keputusan ICC secara terbuka dan agresif. Baca juga: Pedagang Sate yang Viral di Ungaran Sebut Harga Jual Masih Wajar, tapi Ada Kesalahan Hitung Di sisi lain, Rusia yang telah lama mengkritik ICC dan menolak legitimasi pengadilan tersebut dalam kasus-kasus yang melibatkan kepentingan nasionalnya, kemungkinan besar akan memperkuat posisinya.