
Sejumlah guru pengajar sekolah swasta elite di Jalan Baru Perjuangan RT 04 RW 11 Marga Mulya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, memilih kompak berhenti kerja massal. Mereka memutuskan resign lantaran sudah muak diperlakukan seperti ART diluar jobdesk oleh ketua yayasan sekolah.
Imbas berhentinya para guru, kini para orang tua murid menelan kekecewaan yang mendalam karena tak mendapat informasi resmi dari pihak sekolah. Sejumlah orangtua murid yang tidak mengetahui informasi tetap mendatangi sekolah guna mengantar anak bersekolah seperti biasa.
Satu contohnya Nurhaliza (33) yang mengatakan kecewa sekaligus terkejut dengan melihat di depan mata kalau sekolah anaknya tiba-tiba berhenti operasi tanpa pemberitahuan karena tidak adanya lagi guru.
“Maksudnya sia-sia waktu saya, kenapa gini, harusnya kan di WhatsApp (WA) sayanya kalau misalnya emang tidak ada progres lagi sekolahnya,” kata Nurhaliza saat ditemui Tribunbekasi.com, di lokasi, Senin (16/6/2025).
Padahal Nurhaliza menjelaskan dirinya hanya mendapatkan informasi dari email untuk anaknya datang ke sekolah pada Senin (16/6/2025) guna mengikuti ujian susulan. Sebab anaknya sempat sakit dan kemudian diminta untuk mengikuti ujian susulan.
“Minggu lalu anak saya sakit, jadi tidak masuk, Minggu lalu sempat ujian, nah disuruh susulan ujian hari ini, tapi ya gitu digembok (Sekolahnya) tidak bisa masuk, padahal udah pakaian lengkap anak saya,” jelasnya.
Akan tetapi, begitu sampai ternyata sekolah berhenti beroperasi dan pagar digembok.
“Tapi ya gitu, digembok (sekolahnya) tidak bisa masuk, padahal udah pakaian lengkap anak saya,”
Nurhaliza menuturkan, sebelum dikagetkan dengan sekolah yang tiba-tiba beroperasi, dirinya sempat menyimpan rasa curiga terhadap sistem pelayanan pembelajaran.
Kecurigaan terjadi saat dirinya dijanjikan fasilitas konseling dari psikolog untuk anaknya yang sekolah di tempat tersebut.
Namun, kenyataannya, janji itu palsu atau tidak terealisasi.
“Jadi saya selama anak saya sekolah di sini tidak pernah ketemu psikolog,” tuturnya, melansir Warta Kota.
Nurhaliza mengaku sangat kecewa karena janji konseling dengan psikolog tidak terealisasi.
Selain karena sudah meluangkan waktu, dirinya dan suami sudah mengeluarkan biaya untuk fasilitas tersebut hingga nominal jutaan rupiah.
“Udah (bayar), itu udah termasuk ke biaya Activity Fee, paket, nilainya Rp5,5 juta buat kelas Nursery,” ucapnya.
Nurhaliza berharap pihak pengelola sekolah dapat bertanggung jawab dengan mengembalikan uang orang tua siswa.
“Sebaiknya bertanggung jawab pihak sekolah dan kembalikan uang yang sudah terlanjur bayar, saya juga masih ada uang pangkal di sekolah ini udah kebayar Rp7,3 juta,” harapnya.
Berencana Lapor Polisi
Sementara wali murid lainnya, Benny Sugeng Waluyo (42), yang mensekolahkan anaknya yang merupakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), mengeluhkan hal serupa.
Mulanya, Sugeng mengatakan sempat mendapat informasi kalau sekolah ini memiliki pembelajaran inklusi yang ada psikolognya.
Sehingga terdapat waktu belajar tambahan untuk terapi klinik, dan itulah yang menjadi alasan dirinya mau memasukkan anaknya ke sekolah ini.
“Tapi selama anak kami sekolah di sini, realisasi itu tidak ada,” kata Sugeng, Minggu (15/6/2025).
Sugeng menjelaskan keluhan lainnya, perihal di awal, pihak sekolah akan memberikan pendamping di kelas untuk anaknya belajar.
Tapi kenyataan, menurutnya, janji tersebut tidak terealisasi juga.
Padalah ia mengaku sudah membayar setiap per tiga bulan untuk tambahan pendamping dengan biaya Rp1 juta.
“Bilangnya setiap anak saya belajar di sini, nantinya ada pendamping di kelas, tapi waktu kami cek saat belajar mengajar tidak ada yang mendampingi.”
“Karena di sekolah ini setiap kelas yang harusnya ada dua orang (guru dan pendamping), tapi kenyataannya cuma ada satu guru dan tidak ada pendamping,” jelasnya.
Berdasarkan hal itu, Sugeng mengaku kecewa karena segala upaya terbaik untuk pendidikan anak diberikan tapi hasilnya sia-sia.
Para orang tua murid melaporkan kejadian ini ke Mapolres Metro Bekasi Kota setelah sebelumnya sempat membuat somasi kepada pihak sekolah. namun tidak ada jawaban.
“Kecewa sangat, masalahnya anak berkebutuhan khusus ini kan berbeda, kami sebagai orang tua kan harus ekstra.”
“Tapi ternyata ekstra yang kami berikan itu tidak sesuai dengan kenyataan dan itu membuat kami kecewa.”
“Sekarang kami melaporkan pihak sekolah ke polisi,” tutupnya.
Duduk Perkara
Seorang guru, Salsabila Syafwani mengatakan rupanya resign yang dilakukan jajaran seprofesinya sudah berlangsung sejak Jumat (13/6/2025).
Hal ini buntut para guru yang mengajar di sekolah tersebut diduga diperlakukan bak Asisten Rumah Tangga (ART).
Bahkan perlakuan sang kepala sekolah yang juga sekaligus kepala yayasan bikin para pengajar mengelus dada.
“Kami mengajar terakhir itu hari Jumat (13/6/2025) masuk, tapi harusnya di minggu ini, tapi karena ada kejadian tersebut (Dugaan sekolah bermasalah) jadinya stop di hari Jumat,” kata Salsabila saat diwawancara Senin (16/6/2025).
Salsabila menjelaskan resign massal yang dilakukan tujuh orang guru itu dibuktikan dengan lembaran kertas yang ditandatangani di atas materak oleh seluruh guru dan kepala yayasan sekaligus diduga menjabat kepala sekolah.
Usai resign massal itu dilakukan, pihak guru mengaku sudah tidak berkomunikasi sedikitpun dengan kepala yayasan
“Sejujurnya dari per Juni itu kami sudah lost contact, tepatnya 13 Juni itu lost contact dalam artinya memang tidak mau komunikasi saja,” jelasnya.
Salsabila menuturkan informasi resign massal pihaknya rupanya tidak diberitahu oleh kepala yayasan kepada seluruh orangtua murid.
Bahkan pihak guru tidak lagi bisa atau diperkenankan berkomunikasi oleh kepala yayasan kepada orangtua murid melalui akun email sekolah yang sebelumnya kerap difungsikan untuk wadah komunikasnya.
Mengingat akun email sekolah tersebut sudah diganti password, dan para guru tidak mengetahuinya.
“Kami juga sudah kehilangan akses untuk memberitahukan informasi kepada parents (orangtua murid), jadi kami tidak tahu-menahu lagi untuk memberitahukan hal tertentu kepada parents,” tuturnya.
Diperlakukan Seperti ART
Seperti diketahui, alasan para guru melakukan resign massal juga dikarenakan sejumlah faktor.
Diantaranya adalah pemberian tugas oleh kepala yayasan kepada sejumlah guru yang dinilai di luar konteks pekerjaan.
Seorang guru di sekolah tersebut, Anisa Dwi Zahra menjelaskan dirinya sempat diminta membeli ayam goreng untuk diberikan kepada anak pemilik yayasan.
Pembelian ayam goreng juga diminta pihak yayasan di tempat yang memiliki jarak dinilai Anisa cukup jauh dari lokasi sekolah.
“Saya juga pernah disuruh membeli ayam fried chicken jauh-jauh ke Jatiasih sedangkan fried chicken di sekitar sini (Bekasi Utara) kan juga ada, saya sudah komplain, kenapa harus beli jauh-jauh, terus dari pihak yayasan tidak tahu alesannya apa, akhirnya saya jalan,” tutur Anisa, Senin (16/6/2025).
Meskipun Anisa mengaku kerap diberikan uang tambahan, tapi ia tetap menyampaikan keberatan.
“Dapet uang bensin, tapi sangat keberatan karena jauh sih, jarak dari sini ke tempat ayamnya itu emang lumayan kan,” ucapnya.
Sementara tenaga pelajar lainnya, Raihan Tri Wahyudi menegaskan juga serupa mengalami nasib seperti Anisa.
Baca juga: Sejumlah Kepala Sekolah SD dan SMP di Palembang Masih Plt, Disdik Tunggu Persetujuan Mendagri
Setiap hari sebelum bekerja, Raihan justru diminta ke kediaman pemilik yayasan terlebih dahulu untuk mengantar sekolah.
“Setiap hari sebelum saya bekerja, harus ke rumah beliau (Pemilik yayasan) untuk mengantar anak-anaknya berangkat sekolah,” tegas Raihan.
Raihan mengatakan berat mengungkapkan penolakan ketika ditugaskan oleh pemilik yayasan atas dasar status karyawan dengan pimpinan.
Sehingga dirinya mengaku terpaksa melakukannya.
“Untuk biaya tambahan saya cuma dapat gaji selama kerja di kantor sebagai staff education tapi saya bekerja kebanyakan di rumah beliau (Pemilik yayasan) yaitu mengantar anak-anaknya ke sekolah, ke les, dan belanja itu saya,” pungkas Raihan.
Be the first to comment