Viral Warung Bakso Babi di Bantul Pakai Spanduk ‘Tidak Halal’ Dewan Masjid

Perbincangan mengenai keberadaan warung bakso non-halal di wilayah Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, kini ramai dibahas publik. Persoalan ini berawal dari isu lama terkait penggunaan daging babi dalam bakso yang dijual oleh seorang pedagang berinisial S, tanpa adanya penanda atau informasi “non-halal” di tempat usahanya.

Upaya Dewan Masjid Indonesia (DMI) Ngestiharjo yang memasang spanduk bertuliskan “Bakso Babi (Tidak Halal)” di warung tersebut justru memicu kontroversi. Sebagian masyarakat menilai langkah itu seolah-olah memberi kesan DMI ikut mendukung penjualan makanan non-halal.

Sekretaris Jenderal DMI Ngestiharjo, Ahmad Bukhori, menjelaskan kronologi persoalan tersebut. Ia menyebutkan bahwa pedagang bakso itu telah berjualan sejak lama, bahkan sejak era 1990-an, dan mulai membuka lapak di wilayah Ngestiharjo sejak 2016.

Permasalahan mencuat kembali pada akhir 2024 ketika diketahui bahwa bakso yang dijual mengandung daging babi. Polemik timbul lantaran tidak ada keterangan non-halal yang jelas, sementara banyak pembeli beragama Islam yang tidak menyadari kandungan tersebut.

Bukhori menuturkan bahwa sebelum pemasangan spanduk, pihak DMI telah melakukan pendekatan kepada dukuh, pengurus RT, dan penjual sejak awal 2025. Mereka menyarankan agar pedagang mencantumkan label non-halal secara tegas.

“Sudah disarankan untuk memasang keterangan non-halal, tapi yang ditulis hanya ‘B2’ di kertas HVS, kadang dipasang, kadang dilepas,” ujar Bukhori, Selasa (28/10/2025).

Karena tidak ada kejelasan informasi, DMI akhirnya memasang spanduk bertuliskan “Bakso Babi (Tidak Halal)” disertai logo DMI, setelah memperoleh persetujuan dari pemilik warung. Namun, langkah ini justru menimbulkan berbagai penafsiran di masyarakat.

Untuk menghindari kesalahpahaman lebih lanjut, pada 24 Oktober 2025 dipasang spanduk versi baru dengan tambahan logo Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Ketua RT 4 Padukuhan Dukuh IV Cungkuk, Kalurahan Ngestiharjo, Bambang Handoko, mengatakan dirinya juga pernah meminta pemilik warung agar menuliskan keterangan non-halal dengan jelas agar masyarakat tidak salah paham.

“Pernah tulisan non-halal itu dipasang, tapi dengan tulisan kecil. Terus saya tegur, tulisannya dipasang agak besar. Tulisannya pakai karton gitu. Kemudian, yang terakhir ini pemasangan spanduk dari pemuda muslim setempat dan kemarin diganti dari MUI,” ujar Bambang.

Ia menjelaskan bahwa warung bakso babi tersebut menempati bangunan sewaan. Pemiliknya, S, tinggal di wilayah Cebongan sekitar 300 meter dari lokasi usaha dan merupakan warga asli Ngestiharjo.

Menurut Bambang, warga sekitar sebenarnya sudah mengetahui bahwa bakso tersebut berbahan non-halal. Namun, banyak pembeli dari luar kampung yang tidak mengetahuinya karena tidak ada penanda yang jelas sebelumnya.

“Selama ini enggak ada (masyarakat setempat yang menegur pembeli bakso buatan S sebelum diberi label non-halal)… pantauan saya tidak begitu ketat,” katanya.

Ia menambahkan, warung tersebut buka setiap hari mulai pukul 14.00 WIB hingga selepas Magrib. Pembelinya cukup ramai, bahkan berasal dari luar daerah. Namun, sejak spanduk bertuliskan “Bakso Babi” terpasang, jumlah pembeli terlihat menurun.

“Setelah dipasang tulisan bakso babi, beberapa hari ini sudah tidak ada konsumen yang menggunakan jilbab beli di sana,” ujarnya.

Bambang juga menyebutkan bahwa berdasarkan data kependudukan, penjual bakso diketahui beragama Islam. Saat ini, usaha tersebut dibantu oleh saudara iparnya setelah sang istri meninggal dunia. “Kalau berpapasan biasanya saling sapa, tapi dengan warga sekitar cenderung kurang berinteraksi,” ungkapnya.

Sementara itu, pemilik warung berinisial S memilih tidak memberikan komentar saat didatangi wartawan. Ia terlihat tetap melayani pembeli bersama saudara iparnya. “Enggak mau (beri tanggapan). Enggak. Takut salah,” ujar sang saudara ipar singkat.

Menanggapi polemik tersebut, Wakil Bupati Bantul Aris Suharyanta mengimbau seluruh pelaku usaha makanan dan minuman yang menggunakan bahan non-halal agar mencantumkan label secara jelas.

“Kami mengimbau pedagang makanan dan minuman non-halal di Bantul untuk memberikan tanda atau informasi non-halal,” kata Aris.

Ia menambahkan bahwa usaha bakso babi di Ngestiharjo memang telah beroperasi puluhan tahun tanpa label non-halal. Oleh karena itu, wajar jika masyarakat merasa resah.

“Kita hidup di Bantul. Bantul itu memang agamis, sehingga harapan kami kepada penjual bakso atau yang lainnya di Bantul harap cantumkan label halal atau non-halal,” tutupnya.

Loading

Be the first to comment

Leave a Reply